Mushaf Adalah Salinan Lembaran Suci Al-Qur’an yang Wajib Diketahui Umat Muslim

Mushaf adalah salinan dari lembaran-lembaran naskah Al-Qur’an yang bertulis tangan dan kemudian dibukukan menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penamaan mushaf sebagai buku jilidan penghimpun ayat-ayat Al-Qur’an sendiri sudah digunakan sejak lama, tepatnya sejak era awal Islam. Di Indonesia, istilah-istilah islami kerap kali masuk dan kemudian menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Hanya saja, sebagian besar kata-kata serapan tersebut malah di transfer maknanya secara utuh sehingga mengakibatkan kata serapannya tidak sesuai dengan esensi yang dimaksudkan bahasa sumber. Dan hal serupa pun terjadi dalam penggunaan istilah mushaf dan Al-Qur’an. Dua istilah ini memiliki perbedaan sehingga amat disayangkan jika masih ada umat muslim yang menganggap keduanya itu sama.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh al-Sajistani dalam kitab al-Mashahif terdapat dalil-dalil riwayat Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan redaksi mengenai mushaf. Sedangkan menurut al-Suyuthi dalam kitab Mu’tarak al-Aqraan serta pendapat al-‘Askari dalam al-Awaail menjelaskan jika Abu Bakar al-Shiddiq merupakan orang pertama yang mencari nama mushaf. Masih ada beberapa silang pendapat mengenai pemberian nama mushaf yang dipopuler di kalangan umat muslim. Singkatnya, nama mushaf sudah ada sejak abad pertama perkembangan Islam dahulu dan masih digunakan umat muslim di seluruh dunia hingga saat ini.

Dari pendapat dan ulasan kitab-kitab tersebut juga bisa disimpulkan jika Al-Qur’an tidak berbentuk material, berbeda dengan mushaf yang berupa material. Al-Qur’an itu tidak bisa disentuh, melainkan yang Anda sentuh selama ini ialah mushaf. Lebih jauh lagi, Al-Qur’an merupakan apa yang dibaca melalui sebuah media yang bernama mushaf. Hanya saja kesalahan pemahaman ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat umum sehingga sulit untuk dirubah. Perlu Anda ingat, siapapun yang sedang berhadas kecil tidak diperbolehkan memegang mushaf, akan tetapi boleh untuk membaca Al-Qur’an. Sedangkan orang yang sedang berhadas besar dilarang membaca Al-Qur’an, apalagi sampai menyentuh mushaf.

Macam Jenis Mushaf Al-Qur’an Hingga Standarisasi Mushaf Utsmani Terjadi

Berdasarkan ulasan sejarah perkembangan Islam dan sejarah pengumpulan lembaran Al-Qur’an dijelaskan jika ada beberapa versi atau jenis mushaf. Pada era khalifah Utsman mushaf kemudian diseragamkan menjadi satu yang digunakan hingga saat ini, itulah Mushaf Utsmani. Berikut ini beberapa versi mushaf Al-Qur’an yang pernah ada dan kemudian disepakati para Sahabat (termasuk pemilik mushaf) untuk dimusnahkan guna menghindari perselisihan:

  • Mushaf Ali bin Abi Thalib

Mushaf Ali bin Thalib mempunyai karakteristik tersendiri dan tidak dimiliki oleh mushaf lainnya. Di mana mushaf ini memiliki ayat dan surat yang tersusun rapi sesuai urutan. Ayat Makkiyahh diletakkan sebelum ayat madaniyah dan ayat-ayat yang turun pada masa awal ditempatkan lebih dahulu di bandingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan Allah belakangan. Selain itu, mushaf ini juga memiliki bacaan yang lebih mendekati keaslian sesuai bacaan Rasulullah. Mushaf Ali bin Abi Thalib juga dilengkapi penjelasan lengkap mengenai situasi dan kondisi latar belakang mengapa ayat tersebut diturunkan.

  • Mushaf Ibn Mas’ud

Ada pula mushaf Ibn Mas’ud yang memiliki ciri khas tersendiri. Dalam mushaf ini hanya memuat 111 surat saja dan minus surat al-Fatihah, al Falaq dan an-Nas. Dibandingkan mushaf lainnya, kata-kata dalam mushaf Ibn Mas’ud berbeda dengan catatan sahabat lain. Menurutnya kata-kata al-Qur’an bisa diganti sinonimnya untuk menjelaskan makna serta untuk memudahkan dibaca oleh muslim dari suku tertentu. Beberapa kata dalam mushaf ini juga diganti dengan kata lain agar lebih jelas seperti kata shauman yang artinya puasa dirubah menjadi shamtan atau diam dalam surat Maryam ayat 26, hal ini karena ayat tersebut menjelaskan nazar berpuasa untuk tidak berkata-kata atau diam.

  • Mushaf Ubay Ibn Ka’ab

Berikutnya ada mushaf Ubay Ibn Ka’ab, mushaf adalah usaha umat muslim untuk terus menjaga ayat-ayat Al-Qur’an agar dipahami maknanya oleh muslim dunia. Mushaf ini memiliki urutan yang berbeda dari mushaf Utsmani. Selain itu, jumlah suratnya juga lebih banyak dengan tambahan surat al-Khal’u dan surat al-Hafdu, dimana kedua surat ini memuat doa qunut. Menurut Ubay sendiri doa qunut merupakan salah satu doa yang diwahyukan. Dalam surat al-Fiil dan al-Quraisy juga disatukan karena satunya dianggap tidak dimulai di Basmalah. Ada banyak bacaan berbeda dalam mushaf Ubay sehingga Anda harus memahaminya. Wallahu’alam.

Penulisan Mushaf Al-Qur’an Masa Utsman Bin Affan

Dalam sejarahnya, pengumpulan Al-Qur’an terjadi pada 3 masa, yaitu masa Nabi Muhammad SAW, masa Abu Bakar dan masa Utsman bin Affan. Pada masa Rasulullah, pengumpulan dilakukan dalam bentuk hapalan dan tulisan. Setiap kali Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah akan memanggil para penulis yang termasuk Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid, Ubay bin Kaab, Klalid, Tzabin dan lainnya untuk menulis ayat-ayat pada beberapa media. Shuhuf Al-Qur’an tersebut disimpan oleh masing-masing Sahabat Rasul. Pada masa Abu Bakar, umar bersama Abu Bakar mengumpulkan Al-Qur’an dengan memanggil Zaid bin Tsabit. Setelah terkumpul, Zaid menghimpunnya menjadi satu mushaf dan disimpan oleh Abu Bakar, sepeninggal beliau disimpan oleh Umar dan kemudian disimpan oleh Hafshah.

Tiba pada masa khalifah Utsman bin Affan, mulai terjadi perbedaan bacaan di tengah umat hingga kemudian Hudzaifah mengusulkan agar Utsman membuat salinan mushaf sebagai master bacaan Al-Qur’an di tengah umat muslim yang seragam. Setelah bermusyawarah dengan Sahabat, akhirnya Utsman mengangkat Zaid sebagai ketua untuk mengumpulkan mushaf pada masa Abu Bakar disertai Said bin al-‘Ash, Abdullah bin Zubair dan Abdurrahman dan dikembalikan lagi untuk disimpan oleh Hafshah. Dijelaskan ada 7 salinan yang berhasil dibuat dan kemudian disebarkan ke beberapa daerah. Salah satunya dipegang oleh Utsman sebagai master di Madinah yang dikenal dengan istilah mushaf al-Imam. Selebihnya disebar ke Makkah, Syam, Yaman, Bashrah, Kufah dan Bahrain. Sisa mushaf yang ada disepakati untuk dibakar termasuk mushaf pribadi milik Ubay, Ibn Mas’ud, Ali dan lain sebagainya.

3 Jenis Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia

Mushaf Al-Qur’an standar Indonesia terdiri dari 3 jenis, antara lain:

  • Mushaf Standar Usmani yang diperuntukkan bagi masyarakat umum.
  • Mushaf Standar Bahriyah yang diperuntukkan bagi mereka penghafal Al-Qur’an.
  • Mushaf Standar Braille diperuntukkan bagi para tunanetra.

Ketiga jenis mushaf di atas memiliki penulisan berdasarkan qira’ah yang diriwayatkan Hafs bin Sulaiman dan dari Usman bin ‘Affan dan pada akhirnya semua itu bersumber dari Rasulullah SAW. Mushaf standardisasi Indonesia telah digunakan sebagai dasar pentashihan Al-Qur’an yang diresmikan oleh Keputusan Menteri Agama No. 25 Tahun 1984 dan diperkuat oleh Instruksi Menteri Agama No. 7 Tahun 1984. Dalam 3 mushaf standar Indonesia, pemilihan harkat, penyederhanaan tanda waqaf hingga tanda bacanya mengacu pada keputusan Muker Ulama dan berdasarkan komparasi tanda baca, tanda harakat dan tanda waqaf model cetakan mushaf dari luar negeri, seperti mushaf dari Pakistan, Mesir dan dari Bahriyyah Turki yang memang sudah digunakan oleh masyarakat muslim tanah air.

Untuk perhitungan jumlah ayat, mushaf standar Indonesia mengikuti hitungan mazhab al-Kufi yang sesuai riwayat Abu Adurrahman Abdullah bin Habib as-Sulami yaitu berjumlah 6236 ayat dengan pembagian 30 jus, 60 hizb, 7 manzil dan 557 tanda ain rukuk seperti yang disebut dalam kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil Qur’an dan dalam kitab-kitab Tajzi’ul Qur’an. Kehadiran mushaf adalah jalan terindah untuk mempersatukan umat Islam yang memiliki perbedaan dalam membaca ayat-ayat Al-Qur’an, dan cara terbaik mendalami Al-Qur’an dalam pemeliharaan Allah SWT.